Rabu, 01 Juni 2011

Derita Warga “Kampung Idiot” di Desa Sidoharjo – Ponorogo

Desa Sidoharjo, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo. Desa inilah yang menjadi tujuan Bakti Sosial Perum Bulog Sub Divre Ponorogo dalam rangka merayakan HUT BULOG Ke 44 tahun ini. Desa ini menjadi tujuan Bakti Sosial karena cukup banyak warga desa ini yang mengalami keterbelakangan mental (idiot) dan hidup di bawah garis kemiskinan. Selain Desa Sidoharjo, ada 4 desa lain di Kabupaten Ponorogo yang sebagian penduduknya juga mengalami keterbelakangan mental yaitu Desa Karang Patihan dan Desa Pandak Patihan (Kecamatan Balong) serta Desa Paringan dan Desa Mrican (Kecamatan Jengangan). Daerah yang memiliki banyak warga idiot bisa dikatakan satu tipikal.  Yakni, sama-sama berada di lereng gunung, tanah berkapur yang sulit ditanami, terpencil, akses transportasi sulit, tiwul (makanan olahan dari singkong) sebagai makanan pokok, miskin, dan berpendidikan rendah. Mayoritas warganya adalah buruh tani. Lantaran berada di lereng pegunungan, mengaksesnya pun tidak mudah.

Desa Sidoharjo sendiri terletak  di lereng sebelah utara  perbukitan kapur Rajekwesi. Dari 3 dukuh di desa ini (Dukuh Klitik, Karang Sengon dan Sidowayah), Dukuh Sidowayah lah yang paling terpencil. Daerah ini cukup sulit diakses oleh pendatang. Hanya ada satu jalan utama setelah melewati sawah-sawah dan hutan. Jalan menyempit saat memasuki dukuh tersebut. Umumnya, jalanan terbagi tiga tipe. Aspal, makadam, serta tanah dengan berbagai tanjakan dan turunan khas daerah pegunungan. Jalan hanya mampu ditaklukkan oleh roda dua. Namun, semua kendaraan dipastikan lumpuh saat hujan turun karena akses jalan menuju perbukitan masih berupa tanah liat. Begitu banyak warga yang mengalami keterbelakangan mental di dukuh ini. Namun demikian pola interaksi mereka tidak jauh berbeda dengan kehidupan manusia normal. Penderita keterbelakangan mental yang bisa bekerja diarahkan untuk membantu orang tua. Mereka yang tidak bisa diajari apa pun dibiarkan begitu saja berkeliaran di perkampungan. Karena tidak ada satu pun yang bertipe menyerang, warga tidak pernah merasa terganggu. Sisi perekonomian jelas tidak bisa dibanggakan. Sebagai buruh tani, bisa jadi penghasilan mereka Rp 100 ribu–Rp 300 ribu per bulan. Dengan rendahnya penghasilan ditambah lagi keluarga yang rata-rata mempunyai anak lebih dari dua, ujung-ujungnya warga tidak bisa mengonsumsi makanan bergizi secara cukup.

Kondisi ini sudah berlangsung puluhan tahun. Jumlahnya yang sangat banyak serta adanya pertalian darah antara satu penderita dengan penderita lain, membuat bayak orang menyebutnya sebagai kampung idiot. Di mana-mana selalu ada orang idiot. Selain kondisi ekonomi rendah, kasus penderita keterbelakangan mental ini juga disebabkan oleh kekurangan asupan gizi. Sebagian media ada yang menyebutkan bahwa perkawinan sedarah turut menjadi penyebab kasus ini. Namun menurut keterangan dari Kaur Kesra Ds. Sidoharjo, tidak ada satu pun warga yang melakukan perkawinan sedarah.

Dari total 5.567 penduduk yang tercatat di administrasi desa Sidoharjo, 189 pendudunya mengalami keterbelakangan mental, cacat tubuh dan hidup di bawah garis kemiskinan. Jangankan bekerja, berkomunikasi pun mereka kesulitan. Mayoritas warga idiot ini berusia 40 tahun ke atas.
Sebagian lain berusia antara 30-40 tahun, dan sebagian kecil lagi adalah usia balita hingga dewasa. Dari penelitian yang dilakukan oleh Akademi Gizi Kediri dan Dinas Pengairan setempat, ditemukan bahwa sumber air yang ada di Desa Sidoharjo terdapat pada kedalaman 27 km di bawah permukaan tanah mengandung logam berat yang sangat membahayakan tubuh dan sama sekali tidak mengandung yodium. Kondisi inilah yang menyebabkan keterbelakangan mental pada penderita dengan usia 40 tahun ke atas. Sedangkan untuk usia remaja dan anak-anak, keterbelakangan mental disebabkan karena sewaktu dalam kandungan, sang ibu sama sekali tidak pernah memeriksakan kehamilannya akibat tingkat kesadaran yang rendah akan kesehatan dan jauhnya jarak menuju tenaga medis ataupun pos kesehatan.

Fenomena 'Kampung Idiot' ini telah menjadi buah bibir beberapa waktu lalu baik di media cetak ataupun elektronik, dan memang diharapkan dari tayangan di media-media tersebut bisa menarik bantuan dari pihak lainnya yang tergerak hatinya. Sebenarnya telah ada upaya bantuan baik dari pemerintah ataupun dari orang-orang yang terketuk hatinya untuk segera membantu penduduk idiot di desa ini, namun masih dirasa kurang. Adapun bantuan yang pernah diperoleh warga Desa Sidoharjo antara lain:

  • Raskin
  • Jamkesmas dan pelayanan kesehatan khusus (bagi masyarakat miskin yang belum memperoleh
  • jamkesmas)
  • Pemberian garam beryodium oleh Bupati Ponorogo untuk mengantisipasi Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)
  • Pembuatan 4 titik pipanisasi sumber air di hutan untuk memenuhi kebutuhan warga akan air yang bersih dan sehat
  • Pembangunan jaringan listrik tenaga surya oleh Dinas Pekerjaan Umum
  • Bantuan berupa uang, bahan makanan, dan pakaian baik dari pemerintah maupun perorangan.

Kondisi penyandang keterbelakangan mental dan cacat di Desa Sidoharjo sangat memprihatinkan. Tidak jarang di antara mereka yang makan nasi tiwul yang terbuat dari singkong, bahkan nasi tiwul yang mereka konsumsi bisa berupa nasi tiwul yang telah mereka tanak berulang-ulang. Jika dalam satu hari tiwul yang dimasak tidak habis, besoknya akan dijemur dan dimasak lagi. Mereka makan nasi hanya pada saat ada pengedropan beras raskin. Cara memasak nasi pun tetap dengan mencampur nasi dengan tiwul, dengan perbandingan antara beras : tiwul = 1:3. Bayangkan dalam 1 bulan, mungkin hanya 5 kg beras yang bisa dimakan oleh beberapa orang dalam 1 keluarga. Karena alasan pemerataan, perangkat desa melakukan gebayh uyah. Jatah beras per KK yang seharusnya 15 kg berkurang menjadi hanya 5 kg per bulan. Satu hal yang membuat kita bangga dari desa ini adalah mereka selalu tepat waktu dalam melakukan pembayaran raskin. Pada saat beras di distribusikan, pada saat itu pulalah mereka membayarnya. Adanya raskin yang sangat mereka harapkan inilah yang membuat mereka mau mengusahakan uang pembayaran raskin tepat waktu.

Faiz, dalam gendongan sang ibu
Salah satu penderita cacat yang kami temui saat acara Baksos adalah Faiz. Bocah berusia 4 tahun itu tidak bisa berjalan. Kemanapun dia selalu digendong sang ibu. Faiz tidak bisa adiajak berkomunikasi. Sang ibu menceritakan proses bagaimana Faiz yang ada dalam gendongannya itu lahir. Saat kehamilan anaknya, tak pernah sekalipun memerikasakan diri ke bidan atau dokter. Dia juga tak banyak mengonsumsi makanan bergizi. Ketika Faiz lahir, Faiz sama sekali tidak menangis dan sekujur tubuhnya biru. Saat dibawa ke dokter, diketahui bahwa terdapat gangguan pada saraf otak faiz. Karena kondisi ekonomi yang pas-pasan, si ibu pun tidak bisa berbuat banyak untuk mengobati Faiz.

Si malang Andika
Tepat di samping faiz dan ibunya, ada seorang bocah berumur 13 tahun bernama Andika. Sekilas tidak tampak kalau Andika menderita keterbelakangan mental maupun cacat. Tubuhnya sehat dan gemuk. Tapi ternyata nasibya tidak berbeda dengan Faiz. Selain bisu, dia tidak bisa berjalan. Saat acara pembukaan baksos, tiba-tiba Andika berteriak dengan kencang. Di akhir acara Andika berusaha berdiri dengan dibantu ibunya. Saat itu pulalah andika kencing di celana. Dengan sabar sang ibu mengganti celana Andika dengan celana cadangan yang dibawanya dari rumah.

Ibu Mirah saat menerima sumbangan
Lain lagi nasib Ibu Mirah, 70 tahun. Sehari-hari wanita renta ini pergi ke sawah menjadi buruh tani. Uang hasil kerjanya digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari bersama seorang anak lelakinya bernama Tukimun. Saat kami menyempatkan berkunjung langsung ke rumah Ibu Mirah, kami dibuat terkejut dengan kondisi Tukimun. Lelaki berusia 50 tahun itu ternyata mengalami idiot parah sejak kecil. Idiot parah maksudnya tak lagi bisa mencari nafkah sendiri dan harus menggantungkan dari pemberian orang lain. Tukimun terpaksa diisolir dalam bilik berukuran 1 x 1 m dalam rumah yang hanya berukuran 4 x 4 m itu. Hari-harinya dihabiskan dengan berdiam diri dalam bilik kecil itu.











Penyerahan bantuan untuk keluarga Bu Painem
Usai mengunjungi rumah Ibu Mirah, kami melanjutkan perjalanan menuju Rumah Ibu Painem, 70 tahun. Keluarga Ibu Painem tampak begitu gembira menyambut kedatangan kami. Setiap hari Ibu Painem harus merawat tiga ‘pasien’-nya. Martini (anak tertua), menderita struk. Mariono (anak kedua), idiot, dan Jemirah ( anak ketiga), selain idiot, tuna wicara, dan tuna rungu, juga tidak bisa berjalan. Painem tak bisa berbuat apa pun. Kendati demikian, seluruh anggotanya tetap berusaha untuk bertahan hidup, meski hidup dalam kondisi serba kekurangan. Martini sendiri sempat menikah dan memiliki 2 anak. Anak tertuanya bekerja di Surabaya untuk menafkahi keluarga Ibu Painem. Mariono sendiri juga masih bisa bekerja, beberapa tetangga meminta bantuan Mariono untuk mencari pakan ternak, menyiangi rumput dan menjadi buruh tani. Karena ia idiot, terkadang ia menolak jika diberikan upah berupa uang. Sebagai penggantinya ia diberi upah berupa rokok dan bahan makanan.

Seperti itulah kondisi warga idiot di Desa Sidoharjo. Membuat iba setiap orang yang melihatnya. Jangankan kami yang baru pertama kali melihat kondisi ini. Bapak Parnu, selaku Kepala Desa Sidoharjo pun sesekali terlihat memendam rasa sedih yang dalam sewaktu menceritakan kondisi warganya. Jika di desa lain, jadi kepala desa (kades) adalah jabatan menggiurkan hingga sampai diperebutkan, mungkin itu tak berlaku di Sidoharjo. Sejak beliau kecil sampai sekarang, kondisi di desa ini tak banyak berubah. Hal ini lah yang membuat Bapk Parnu tertantang menjadi Kades. Beliau ingin membangun desa ini. Untuk saat ini berbagai proposal untuk pembangunan desa Sidoharjo sudah banyak dibuatnya, antara lain:
·         Pembangunan sarana irigasi
·     Perbaikan jalan dan membuka jalan baru agar warga desa tidak lagi terisolir, terutama di Dukuh Sidowayah
·         Penambahan pustu (puskesmas pembantu)
·         Pembuatan pengairan tetes
Pak Kades juga berharap agar dalam setia bantuan yang diberikan hendaknya disertai adanya tenaga pendamping untuk mengawasi warga di Kampung Idiot agar bantuan bisa benar-benar tepat sasaran serta membantu warga dalam keseharian. Selanjutnya bantuan Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan pendidikan masyarakat setempat. Kalau pendidikan masyarakat maju maka ekonomi masyarakat pun bisa  terangkat dan dengan sendirinya pengetahuan masyarakat tentang gejala idiot serta penanggulanganya di atasi sendiri oleh masyarakat Desa Sidoharjo. Semoga  harapan Bapak Kades ini bisa terwujud. Amin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar